Rabu, 14 Mei 2008

KOMUNIKATOR POLITIK

KOMUNIKATOR POLITIK

Salah satu ciri komunikasi adalah bahwa orang jarang dapat menghindari dari keturutsertaan. Hanya dihadiri dan perhitungan oleh seorang lain pun memiliki nilai pesan. Dalam arti yang paling umum, karena itu kita semua adalah komunikator politik. Begitu pula siapa pun yang dalam setting politik adalah komunikator politik. Proses opini komunikasi begitu serba mencakup sehingga setiap orang diantara kita sekurang-kurangnya memiliki potensi untuk menjadi komunikator politik.
Setiap orang boleh berkomunikasi tentang politik, kita mengakui bahwa relatif sedikit yang berbuat demikian, setidak-tidaknya yang melakukannya secara tetap dan sinambung. Mereka yang relatif sedikit ini hanya bertukar pesan politik. Mereka adalah pemimpin dalam proses opini. Para komunikator politik ini, dibandingkan dengan warga negara pada umumnya, ditanggapi dengan lebih bersungguh-sungguh bila mereka berbicara dan berbuat.

Mengidentifikasi Komunikator Utama dalam Politik
Sosiolog J. D. Halloran, seorang pengamat komunikasi massa yang cermat, telah mengeluh bahwa banyak studi komunikasi mengabaikan satu karakteristik proses yang penting, yaitu bahwa terjadi di dalam suatu matriks sosial. Siatuasi tempat komunikasi bermula, berkembang, dan berlangsung menerus adalah situasi sosial : hubungan antara komunikator dan khalayak adalah bagian integral dari sistem sosial ini. Meskipun anggapan ini sederhana, tulis Halloran, ketidakpekaan banyak ahli teori komunikasi telah mengakibatkan “ketidakseimbangan”; mereka mencurahkan jauh lebih banyak perhatian kepada penelitian akibat komunikasi ketimbang komunikator. Para perumus teori terlalu mudah mengabaikan “komunikator massa sebagai orang yang menduduki posisi penting yang peka didalam jaringan sosial, menanggapi berbagai tekanan dengan menolak dan memilih informasi yang semuanya terjadi di dalam sistem sosial yang bersangkutan”.
Komunikator politik memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam proses opini publik. Karl Popper mengemukakan bahwa ada satu teori opini publik yang seluruhnya dibangun disekitar komunikasi politik, yaitu “teori pelopor mengenai opini publik”. Ia menegaskan bahwa para pemimpin menciptakan opini publik karena mereka “berhasil membuat gagasan mula-mula ditolak, kemudian dipertimbangkan, dan akhirnya diterima”.
Popper menganggap teori pelopor ini terlalu berlebihan menaksir pengaruh “para aristokrat pikiran”. Teori ini terlalu sederhana sehingga runtuh dengan cepat.
Kategori komunikator politik, adalah :
1. Politikus sebagai komunikator politik
2. Profesional sebagai Komunikator Politik
3. Aktivitas sebagai Komunikator Politik

Tipe komunikator politik utama adalag sebagai berikut :
• Bertindak sebagai saluran organisasional
• Bertindak sebagai jaringan interpersonal

Kepemimpinan Politik
Kepemimpinan melibatkan proses kelompok, pengaruh kepribadian, semi meminta kerelaan, penggunaan pengaruh, persuasi, pencapaian tujuan, interaksi, peran-peran yang diperbedakan, dan pembentukan struktur dalam kelompok-kelompok.
Konsensus umum mengatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu hubungan diantara orang-orang didalam suatu kelompok yang didalamnya satu arah atau lebih orang (pemimpin) mempengaruhi yang lain (pengikut) di dalam setting tertentu.
Semua kepemimpinan dalam proses opini. Proses opini merupakan transaksi timbal balik dan sirkular diantara pemimpin dan pengikut.
Namun, harus ditekankan bahwa faktor-faktor yang membantu munculnya kepemimpinan adalah kepribadian pemimpin, masalah dan kebutuhan pengikut, struktur sosial dan sifat kelompok, dan unsur-unsur dalam situasi utu dan tidak mendefinisikan kepemimpinan.
Kepemimpinan timbul dari komunikasi, demikianlah kepemimpinan politik timbul dari penyusunan bersama, pertukaran modifikasi, dan kepercayaan, nilai, serta pengharapan bersama atas politik melalui komunikasi politik. Sebagai komunikator politik utama, politikus, profesional, dan aktivis mempunyai peluang untuk mempengaruhi opini publik. Sejauh pengaruh yang dimiliki mereka itu, mereka memainkan peran pemimpin politik.

Komunikator Politik sebagai Pemimpin Politik
Salah satu hal yang dilakukan pemimpin adalah menetapkan dan bekerja untuk mencapai prestasi atau tujuan kelompok, mengorganisasi agar pekerjaan dapat diselesaikan dan menetapkan standar prestasi bagi anggota kelompok. Kegiatan ini berorientasikan tugas. Perangkat kedua dari kegiatan kepemimpinan berorientasikan orang, sosial, atau emosi. Terdiri atas perhatian terhadap keinginan dan kebutuhan pengikut, penciptaan hubungan pribadi yang hangat, pengembangan rasa saling percaya, pengusahaan kerja sama, dan pencapaian solidaritas sosial.
Perbedaan ini menempatkan dua gaya komunikasi dalam kepemimpinan adalah orang yang bermotivasi tugas, berkomunikasi agar pekerjaan selesai dan yang bermotivasikan hubungan, untuk mencapai ikatan emosional diantara anggota kelompok.
Baik kepemimpinan tugas maupun kepemimpinan emosional pada hakikatnya tidak lebih unggul. Apakah tujuan kelompok, organisasi atau komunitas akan lebih baik bila dilayani oleh pemimpin yang berorientasi kerja atau berorientasi manusia, masalahnya sama saja, yaitu bergantung pada situasinya.

Pemimpin Organisasi dan Pemimpin Simbolik dalam Politik
Beberapa komunikator merupakan pemimpin karena posisi yang diduduki mereka didalam struktur social atau kelompok terorganisasi yang ditetapkan dengan jalas. Komunikator seperti ini kita sebut pemimpin organisasi. Komunikator politik yang merupakan pemimpin karena arti yang ditemukan orang didalam dirinya sebagai manusia, kepribadian, tokoh yang ternama, dan sebagainya, diberi nama pemimpin simbolik.
Sebagian besar dari peran kepemimpinan komunikator politik adalah terorganisasi, membawa implikasi yang penting. Memang, posisi komunikator didalam organisasi sangat menentukan kemungkinan dirasakannya seseorang sebagai pemimpin. Semakin penting posisis seseorang didalam jaringan komunikasi, semakin besar perbedaan formal antara posisi orang itu dengan posisi anggota lainnya dalam organisasi itu, maka lebih cenderung orang mengharapkan yang mendapat keuntungan itu mempengaruhi orang lain, dan dengan demikian ia menjadi pemimpin.
Teori kepemimpinan simbolik adalah kepemimpinan yang diturunkan dari makna, dan makna selalu tidak inheren. Jika seseorang membuat kesan yang benar, dan tidak menyangkalnya secara terang-terangan, ia dapat menjadi symbol hamper apa saja yang disukainya (atau yang disukai oleh nasipnya). Apakah komunikator politik itu menjadi pemimpin simbolik, sebagian bergantung pada kemampuannya memanfaatkan unsure-unsur dramatic didalam setting yang memberi peluang bagi kepemimpina simbolik. Pemimpin itu bisa mempertahankan ‘ kepemimpinan simboliknya’ malalui asal mula kemampuannya menangani, melalui tindakan yang dipublikasikan tentang kebijakan nonkontroversial atau tentang hal yang sepele, yang melalui pertunjukan drama yang menonjolkan sifat-sifat yang popular dikaitkan dengan kepemimpinan: kekuatan, pertanggung jawaban, keberanian, kesopanan, dan seterusnya.
Dalam satu hal kepemimpian organisasi bahkan memberikan pendorong bagi komunikator politik untuk menjadi pemimpin simbolik. Karena organisasi memolakan komunikasi, ia membatasi kebebasan bergerak dalam rantai komando, menbatasi informasi yang dipublikasikan, dan sebagainya. Untuk menerobos keluar dari organisasi kadang-kadang pemimpin mengambil sikap komunikasi yang memberikan status orang termasyhur dan menciptakan symbol sambutan yang meluas.
Kepemiminan simbolik menyoroti tindakan saling mempengaruhi yang penting diantara apa yang oleh para pengikut diharapkan menurutcitra mereka tentang pemimpin, yang kesan diusahakannya ditinggalkan pada para pengikut oleh pemimpin yang bercita-cita tinggi. Ini adalah satu unsure penting yanga lain dari peran komunikator sebagai pemimpin, yakni ikatan diantara pemimpin dan pengikut.

Ikatan Komunikasi Diantara Pemimpin dan Pengikut
Kepemimpinan dan kepengikutan adalah cara komplementer untuk meninjau suatu transakasi tunggal : kita tidak dapat membayangkan peminpin tanpa pengikut, begitu pula pengikut tanpa pemimpin.
Salisbury mendaftarkan 3 keuntungan utama yang diperoleh pengikut dari transaksi kepemimpinan-kepengikutan, yaitu:
 keuntungan meterial yang terdiri atas ganjaran berupa barang dan jasa.
 keuntungan solidaritas yang mencakup ganjaran social atau hanya bergabung dengan orang laindalam kegiatan bersama.
 keuntungan ekspresif

Citra Rakyat Tentang Komunikator Politik dan Pemimpin Politik
Yang dimaksud dengan citra seseorang hanyalah arti yang dimiliki seseorang bagi orang lain, suatu integrasi mental yang halus dari berbagai sifat yang diproyeksikan oleh orang itu dan yang dipersepsi dan diinterpretasikan rakyat menurut kepercayaan, nilai, dan pengharapan mereka. Lalu, apa citra tentang para politikus, professional, yang terpilih sebagai komunikator? Kebanyakan politikus mendapat kesulitan besar untuk bias dikenal, bahkan untuk mempunyai citra.
Seorang presiden terpilih tidak mempunyai masalah mengenai pengenalan nama. Sifat-sifat yang paling diharapkan dari seorang presiden ialah kejujuran, intelejensi, dan independensi, tetapi warga negara memiliki perasaan yang bertentangan tentang betapa banyak kekuasaan yang harus dimiliki oleh pemegang jabatan itu. Turunnya popularitas kepresidenan berasal dari petunjuk bahwa ia gagal dalam melaksanakan tugasnya, bahwa ia kekurangan keutuhan pribadi, intelejensi, dan indepedensi, karena rakyat menganggap presiden bertanggung jawab atas berita buruk, atau hanya karena rakyat pada waktu itu menjadi kecewa tanpa mempedulikan prestasi kepresidenan. Pada saat krisis internasional ibutuhkan oleh negara terdapat kecenderungan yang kuat bagi keyakinan terhadap presiden untuk bangkit, terutama jika ia terampil dalam kepemimpinan yang berorientasi emosi.
Jauh lebih sedikit informasi yang tersedia mengenai citra rakyat tentang para komunikor politik dalam badan legislative dan yudikatif. Devine meemukan bahwa warga Amerika lebih menyukai badan legidlatif ketimbang yang lebih berwenang dalam menentukan apa yang dibutuhkan oleh negara dalam masalah ekonomi dan anggaran serta dalam mengumumkan perang atau menggunakan pasukan-pasukan AS. Tampaknya hal ini adalah kerena warga negara melihat anggota kongres sebagai “mimbar” mereka, orang yang menemukan, mereflaksikan kebutuhan dan tuntutan mereka, bukan orang yang bertindak tak bergantung pada keinginan para pemilih.
Dalam suatu pemilihan, seorang pemberi suara mempersepsi sifat-sifat yang dikaitkan dengan peran politik calon, pengalaman, dan latar belakangnya, pengalaman dan kualifikasinya, catatan dan asosiasi dalam politik partisan, dan atribut lain yang bertalian dengan pelaksanaan pekerjaan yang berorientasi tugas. Dipihak lain, pemberi suara memikirkan gaya politik calon. Dimensi ini berisi atribut-atribut pribadi yang dipersepsi.
Berbagai survey menunjukan bahwa media yang paling sering digunakan untuk berita politik adalah televisi, Koran, radio, dan majalah, media yang paling dipercaya adalah televise, Koran majalah, dan radio. Citra publik tentang media yang paling banyak digunakan dan dipercaya, yakni televise dan pers.
Pada umumnya juru bicara dan pemuka pendapat bagi kepentingan yang terorganisasi memang mendapat penilaian yang baik dari publik yang luas kerena, sebagian organisasi mereka tidak mendapatkannya.
Semua kelas pemimpin politik dan lembaga-lembaga yang dipimpin oleh mereka sekarang mengalami apa yang oleh Kapp disebut ‘gangguan citra’. Setara dengan kemerosotan yang terjadi dalam keyakinan mereka, bukan pemimpin tidak lagi dengan sendirinya menganngap bahwa para pemimpin patut untuk dipercaya semata-mata karena mereka menuntut demikian, dan para komunikator menemukan menemukan bahewa semakin sulit memecahkan masalah yang tidak dapat dipecahkan, sejalan dengan mereka, belum lagi dalam pengendalian hari depan dan personifikasi yang interpersonal. Tak diragukan, ada beberapa sumber gangguan citra ini, diantaranya bias jadi bahwa orang mempersepsibahwa para pemimpin politikhanyalah terlalu mustahil memahami secara mendalam kesulitan mereka. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apa karakteristik social para pemimpin politik, terutama para komunikator politik itu.

Karakteristik Sosial Pemimpin Politik
Karakteristik social para pemimpin politik di Amerika cenderung memiliki status sosioekonomi yang lebih tinggi, pendapatan yang lebih tinggi, pemdidikan yang lebih baik, kebanyakan laki-laki, kebanyakan pengacara, dan mempunyai hubungan usaha dalam perusahaan besar atau biro hokum. Karakteristik social para komunikator professional hampir tidak bisa mewaliki populkasi umum ketimbang politikus.
Juru bicara yang terorganisir biasanya sangat berbeda karakteristik sosialnya dari warga Negara rata-rata. Meskipun tidak memiliki banyak kekayaan, tetapi tetap merupakan golongan yang khas dari masyarakat umum. Mereka mempunyai pendapatan dan status yang lebih tinggi, banyak yang mendapat gelar akademis dan mempunyai kedudukan sebagai manager.
Meskipun perbedaan ciri-ciri social diantara pemuka pendapat dan pengikut relative kecil dibandingkan denganperbedaan yang diamati diantara kelas-kelas lain komunkator politik utama. Studi yang sama, yang menemukan bahwa karakteristik social pemimpin politik berbeda dari populasi umum, juga menemukan bahwa mereka berbeda dalam segi-segi yang lain (tingkat keterlibatan politik, kepercayaan politik, nilai, dan pengharapan serta pengaruhnya terhadap pembuatan kebujakan).

Pemilihan Pemimpin Politik
Kenneth Prewitt menyamakan pemilihan pemimpin politik ini dengan teka-teki kotak China. Teka- teki itu terdiri atas beberapa kotak dari berbagai ukuran, yang kecil masuk ke ukuran yang lebih besar, begitu seterusnya. Dalam hal kepemimpinan, kotak yang terbesar berisi semua orang dalam populasi, yang terkecil pemimpin-pemimpin yang memerintah.
Pemilihan berlangsung dalam tahap-tahap sbb:
1) Memilih yang memenuhi syarat diantara populasi umum
2) Memilih yang mampu (available) atau orang-orang yang memiliki sumber daya yang diperlukan untuk melibatkan diri dalam politik.
3) Pemilihan partisipan politik.
4) Tahap memilih, dari kira-kira tiga per empat dari jumlah yang mampu.
5) Calon atau kandidat bagi jabatan daerah.
6) Tahap pemilihan.

Seorang pemimpin simbolik, kata Kapp muncul dari suatu proses yang memeiliki beberapa tahap, yaitu:
 Ada pertukaran “kerja sama” yang didalamnya seseorang “mempunyai inisiatif untuk memukul bola pertama, seperti dalam permainan tennis”.
 Setelah tindakan memulai, khalayak membalas isyarat (pukulan) kepada actor yang memberikan pandangan kepada pemimpin itu tentang citra rakyat, yaitu bagaimana ia tampak dimata mereka.
 “semua pukulan tidak dikembalikan”. Seleksi konseptusal dan fungsional adalah “rakyat hanya melihat apa yang menarik perhatian mereka dan hanya menanggapi citra yang ‘melakukan sesuatu’ kepada mereka.
 Aktor tidak dapat menerima atau menolak isyarat yang dikembalikan, tetapi ia tidak dapat melakukan pukulan dari posisi yang berbeda dengan posisi pada saat bola datang kepadanya, artinya ia tidak dapat memproyeksikan citra yang berbeda.
 Sekalipun ia tidak menyukai apa yang sedang terjadi, ia mungkin tidak dapat mencegah permainan berjalan kearah kearah yang tidak dipilihnya, dan dengan demikian, ia mengalami ‘gangguan citra’.

Ketidakpastian Dalam Peran Komunikator Politik Kontemporer
Beberapa orang sarjana dalam tahun-tahun terakhir ini bertambah khawatir bahwa para komunikator politik telah meninggalkan klien, pemilih, dan khalayak mereka disebabkan oleh kesetiaan kepada nilai-nilai impersonal dan professional. Secara konsisten riset telah mengidentifiasiprofesional dan atau amatir. Masalah yang ditemukan oleh para kritikus ialah bahwa komunikasi politik telah menjadi begitu professional sehingga para pemrakteknya melihat segala sesuatu hanya dari titik sempit keahlian khusus teknik mereka sendiri, dan telah mempunyai bintik buta yang tampak terhadap segala sesuatu yang berada diluar perspektif mereka sendiri.
Bidang masalah kedua timbul dari karakteristik para komunikator sendiri. Selain bagaimana profesionalnya dan bagaimana mewakilinya komunikator politik itu, ada ketidak pastian ketiga tentang peran mereka, yaitu motif-motif mereka. Tentu motif-motif itu temcampur. Dalam beberapa hal, mereka nertujuan, misalnya bermaksud mengubah kepercayaan, nilai, dan pengharapan rakyat dengan memberi informasi, membujuk, dan menghibur, dalam hal lain motif mereka tidak bertujuan, misalnya meneruskan pesan-pesan kepada rakyat tanpa maksud mempengaruhi.

Tidak ada komentar: